Oleh Rian Mantasa S.P., S.T., M.Sc.
Jakarta, ibukota Indonesia dengan populasi 10,2 juta orang, menghadapi masalah ketersediaan air yang mengerikan (Jakarta dalam Angka, 2016). Jakarta, kota dengan luas 661 km2, harus memenuhi permintaan air dari luar kota. Pasokan airnya mencapai 98% dari luar kota. Sungai Ciliwung, yang dulu mampu memenuhi kebutuhan air penduduk Jakarta, semakin memburuk kualitasnya. Seiring dengan pertumbuhan populasi, Sungai Ciliwung tidak lagi mampu memenuhi semua kebutuhan air kota. Saat ini, dua operator layanan air minum di Jakarta, PT. PAM Lyonnaise Jaya dan PT. Aetra Air Jakarta, hanya mampu memenuhi sekitar 54% dari kebutuhan air bersih bagi penduduk Jakarta. 46% pasokan air untuk warga diperoleh dari sumber daya air tanah. Selain itu, kualitas sumber daya air dari reservoir Jatiluhur melalui Banjir Kanal Barat diketahui mengalami penurunan. Pada tahun 2010, tingkat air amoniak adalah sekitar 2,9 mg / liter dan meningkat menjadi 4,8 mg / liter pada Januari hingga November 2011. Jumlahnya jauh di atas ambang batas maksimum yang ditetapkan, yaitu 1,0 mg / liter. Faktanya, lebih dari 80% permintaan air Jakarta dipenuhi dari sumber daya ini.